Rasa rindu itu memang baru akan
terasa setelah lama kita tidak berinteraksi dengan item itu. Misalnya kalo anda
punya kucing peliharaan, tiba-tiba suatu hari anda harus pergi keluar kota
meninggalkan kucing tersebut. Niscaya pasti suatu saat akan datang rasa rindu
anda kepada kucing peliharaan anda itu. Atau rekan-rekan diluar sana yang setiap hari selalu bersama dengan pacarnya, dan tiba-tiba suatu hari cewe kamu harus meninggalkan kamu karena orang tua cewe kamu sudah terlanjur menerima lamaran dari seorang duda tua dan kaya raya (tetep aja tua), sehingga cewe kamu terpaksa harus menikah dengan duda itu dan meniggalkan kamu untuk selamanya. Kemudian kamu dipaksa untuk datang menyaksikan pernikahannya, tapi kamu menolak dan memilih untuk pergi jauh meniggalkan kampung halaman kamu dan merantau ke negeri tetangga untuk menjadi TKW. Maka percayalah suatu hari ketika kamu sedang nyuci baju majikan mu di negeri seberang sana, atau kamu sedang membersihkan mobil pribadinya, atau sedang mengganti popok anak majikan kamu disana, atau ketika kamu sedang disiksa sama majikanmu disana, kamu akan teringat masa-masa indah bersama pacar kamu dulu, percayalah itu indah sekali. Sama halnya dengan saya yang cukup lama
meninggalkan kebiasaan “ngetik” saya, membagi cerita saya, dan mengabadikannya
dengan cara mempublikasikan supaya bisa dinikmati oleh orang lain. Nah inilah
rindu yang saya rasakan sekarang. Karena itu malam ini saya mencoba kembali
membuat sebuah “ketikan” untuk mengobati rindu itu.
Tidak ada hal menarik sebenarnya
tentang cerita yang akan saya bahas kali ini. Namun barang kali bisa menjadi
sebuah pelajaran yang tidak akan pernah kalian dapatkan di bangku perguruan
silat manapun.
Saya “anjing”, silahkan anda
panggil saya dengan sebutan itu. Nama itu baru saja saya dapatkan dari seorang
pejabat di lembaga tempat saya belajar, pagi tadi. Unik memang kedengaranya,
tapi inilah fenomena yang terjadi. Sebelumnya kami (saya dan
rekan-rekan) juga pernah disebut “sapi, babi, dan monyet”. Lama-lama kami
berfikir, “apakah lembaga ini kebun binatang ?”.
Yang lebih menarik adalah ketika
suatu hari pada waktu kami sedang mengikuti pengarahan dari seorang pejabat di
lembaga tempat saya belajar. Tiba-tiba beliau mengeluarkan sepatah kata yang
mengisyaratkan sebuah sebutan bagi kami, yaitu “Brengsek”. Ya betul, kami
adalah “Brengsek” menurut beliau. Sebuah tittle baru yang belum pernah ada
sebelumnya. lucu ketika mendengar ‘celetukan’ seorang rekan yang berkata,”Senangnya
disebut Brengsek, berarti gw bukan Homo” (Kutipan kalimat Raditnya Dika). Paling
tidak kita harus tetap bersyukur karena kita sedikit naik kasta, yaitu dari nama binatang
menjadi sebuah umpatan kekesalan.
Pesan yang ingin disampaikan
adalah, Pertama, pandai-pandailah dalam menjaga tutur kata kamu. Karena kamu
tidak bisa melihat isi hati orang didepan kamu. Kedua, bijaksanalah dalam
bertutur kata. Karena belum tentu kamu lebih baik dari orang didepan kamu. Ketiga,
apa yang kamu “lebel” kan pada orang lain, itulah yang akan dia bawa selamanya.
Jadi selalu ingat bahwa “mulutmu adalah harimau mu”. Sehingga kita dapat lebih
berhati-hati dalam bertutur kata.
Sekarang, Saya berada dalam
sebuah lingkungan yang kondisinya memungkinkan untuk menggunakan kalimat dan
kata-kata itu. Jadi saya sangat tidak keberatan apabila orang lain di sini
menyebut saya dengan panggilan-panggilan itu. Disini kami belajar dan berlatih
untuk menjadi kuat baik di luar maupun di dalam. Sehingga mohon pengertian bagi
rekan-rekan diluar sana untuk tidak mengikuti apa yang kami lakukan. Terimakasih.