Sabtu, 19 Mei 2012

Black Box dan Pesawat Sukhoi Superjet 100

Beberapa waktu yang lalu, berita jatuhnya Pesawat Sukhoi sempat menjadi topik pembicaraan yang hangat dikalangan masyarakat. Bahkan beberapa media massa, baik media cetak maupun media elektronik menjadikan kisah tragis  jatuhnya Pesawat Sukhoi SuperJet 100 sebagai headline news. Sehingga tidak heran jika semua orang ramai membicarakan peristiwa ini.

Sebuah media elektronik (merdeka.com), menjelaskan bahwa pada hari Rabu, 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi SuperJet 100 terjatuh saat sedang melaksanakan demonstrasi penerbangan atau joyflight. Pesawat dengan nomor penerbangan RA36801, berangkat dari bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada pukul 14.12 WIB dengan mengangkut 45 orang. Delapan orang diantaranya adalah awak pesawat dari Rusia dan beberapa penumpang lainnya adalah dari media massa dan utusan perusahaan dari bidang penerbangan di Indonesia. Sukhoi superjet 100 (SSJ100)  diperkirakan terjatuh setelah menabrak tebing di puncak Gunung Salak, Bogor. Pesawat ini mengalami kecelakaan beberapa saat setelah putus komunikasi dengan pusat pengaturan lalu lintas udara atau Air Traffic Centre (ATC).

Diketahui bahwa Sukhoi SuperJet 100 adalah salah satu pesawat terbaru di Rusia dan merupakan pesawat penumpang pertama yang dikembangkan pasca bubarnya Uni Soviet. Pesawat ini ditunjukan untuk menggantikan Tupolev Tu-134 dan Yakovlev Yak-42 yang merupakan peninggalan Uni Soviet yang sering mengalami kecelakaan. Pesawat nahas itu dikemudikan oleh pilot senior dari rusia Alexander Yablontsev dan co pilot Alexander Kocetkov. Mereka sudah menerbangkan pesawat itu dari Rusia, Kazakhstan, Pakistan, dan Myanmar. Namun, keduanya baru pertama kali menerbangkan pesawat tersebut di wilayah Indonesia.

Tragedi kecelakaan pesawat Sukhoi SuperJet 100 ini menimbulkan banyak persepsi mengenai penyebab jatuhnya pesawat tersebut. Koordinator Rescue PT Dirgantara Indonesia Bambang Munardi memperkirakan bahwa pesawat Sukhoi Superjet-100 jatuh karena masuk ruang hampa. Inilah yang menjadi alasan pilot untuk meminta izin turun. Lebih jauh Bambang menjelaskan bahwa kemungkinan masuk ruang hampa udara di ketinggian antara 10.000 kaki sampai 6000 kaki. Sangat sulit untuk mempertahankan keseimbangan pesawat dalam kondisi seperti itu. Pilot harus memiliki keahlian khusus. Selain itu, pesawat juga harus punya teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Sementara itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) lebih menfokuskan penyelidikan jatuhnya Sukhoi Superjet 100 RA-36801 pada ada atau tidaknya izin untuk menurunkan ketinggian pesawat dari 10.000 kaki ke 6000 kaki.

Bahkan seorang penulis di Kompasiana.com, Seand Munir, mengemukakan pendapatnya sendiri. Menurutnya, pesawat Sukhoi Superjet 100 jatuh karena mengalami beberapa ganguan sinyal. Ganguan ini disebabkan karena beberapa penumpang yang mengaktifkan telepon seluler (ponsel) saat pesawat sedang terbang. Analisa ini terbukti, kata beberapa saksi, sejumlah panggilan ke ponsel mereka ternyata tersambung namun tidak diangkat. Padahal hal ini sangat tidak diperbolehkan dan bisa membahayakan penerbangan. Sebuah data dari Aviation Safety Reporting System (ASRS) menyatakan bahwa sinyal ponsel dapat menggangu pesawat saat take off hingga landing. Mulai dari gangguan sistem navigasi, gangguan frekuensi komunikasi, gangguan idikator bahan bakar, gangguan sistem kemudi otomatis, serta gangguan sistem yang lainnya.

Untuk diketahui, posel tidak hanya mengirim dan menerima gelombang radio melainkan juga meradiasikan tenaga listrik untuk menjangkau BTS (Base Transceiver Situation). Sebuah ponsel dapat menjangkau BTS yang berjarak 35 kilometer. Artinya, pada ketinggian 30.000 kaki, sebuah ponsel bisa menjangkau ratusan BTS yang berada di bawahnya.

Keesokan harinya, pada pukul 08.30 wib, serpihan bangkai pesawat SSJ100 berhasil ditemukan oleh Tim SAR di koordinat yang sama pada saat pesawat putus komunikasi dengan ATC. Berdasarkan informasi tersebut, kemudian segera dibentuk tim evakuasi untuk membantu korban sekaligus mencari tahu penyebab jatuhnya pesawat. Proses pencarian dan evakuasi juga melibatkan satuan Kopassus, yaitu 6 orang Tim Charlie yang dipimpin oleh Lettu. Taufik. Dari pencarian tersebut akhirnya ditemukan Black Box (Kotak Hitam) yang dianggap dapat mengetahui jatuhnya pesawat sukhoi. Taufik menceritakan kronologi penemuan kotak hitam itu. Awalnya, Tim Charlie Kopassus yang berjumlah lima orang menyisir dasar jurang dan tebing Gunung Salak yang menjadi lokasi kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 pada hari Rabu. Taufik mengatakan bahwa, kotak hitam ini ditemukan pukul 16.40 wib di dekat potongan ekor pesawat. Kondisi kotak hitam itu sudah terbakar. Sebagian besar kotak yang bisa merekam percakapan pilot, ketinggian, dan kecepatan pesawat tersebut juga sudah menghitam akibat terbakar. Untuk mengangkat kotak hitam itu, tim juga terpaksa harus menggunakan tali yang langsung diangkat menuju helikopter Super Puma milik TNI Angkatan Udara.

Black box atau kotak hitam merupakan bagian dari pesawat yang dapat memberikan informasi mengenai peristiwa jatuhnya pesawat. Benda ini berfungsi merekam semua kejadian yang terjadi di pesawat, beberapa saat sebelum pesawat itu hancur. Sehingga melalui rangkain rekaman komunikasi dalam pesawat diharapkan dapat deketahui secara pasti penyebab jatuhnya pesawat.

PENJELASAN
Kotak hitam atau black box, menurut wikipedia ensiklopedia adalah sekumpulan perangkat yang digunakan dalam bidang transportasi, umumnya merujuk kepada perekam data penerbangan (flight data recorder; FDR) dan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder; CVR) dalam pesawat terbang.

Fungsi dari kotak hitam sendiri adalah untuk merekam pembicaraan antara pilot dan pemandu lalu lintas udara atau air traffic control (ATC) serta untuk mengetahui tekanan udara dan kondisi cuaca selama penerbangan. Walaupun dinamakan kotak hitam tetapi sesungguhnya kotak tersebut tidak berwarna hitam melainkan berwarna jingga (oranye). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pencarian jika pesawat itu mengalami kecelakaan. Penempatan kotak hitam ini dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah ditemukan. Umumnya terdapat dua unit kotak hitam yang diletakkan pada bagian depan pesawat dan bagian ekor pesawat, yang diyakini merupakan bagian yang utuh ditemukan.

Istilah kotak hitam muncul ketika selepas pertemuan mengenai perekam penerbangan komersial pertama yang dinamai "Red Egg" karena warna dan bentuknya, seseorang berkomentar: "Ini adalah kotak hitam yang menakjubkan". Kotak hitam adalah istilah yang lebih humoris dan hampir tidak pernah digunakan dalam industri keselamatan penerbangan. Perekam ini secara umum tidak berwarna hitam, namun biasanya oranye terang agar mudah dicari dan ditemukan setelah terjadi suatu insiden.

Sejarah Lahirnya Kotak Hitam (black box)
Pada tahun 1953, David Warren seorang Ilmuwan Aeronautical Research Laboratory (ARL) di Australia, menggagas pembuatan sebuah alat perekam percakapan antara pilot dengan kru selama penerbangan. Hal ini terinspirasi saat sebuah pesawat jet jatuh di India dan tidak dapat diketahui penyebabnya.

Alat ini ini bisa merekam suara pilot dan semua data yang diterima dari 8 alat yang berbeda. Semua data ini bisa dipisah dan menghasilkan data yang akurat tentang penyebab kecelakaan. Alat ini kemudian dirancang untuk digunakan dalam perawatan dan pemeliharaan pesawat. Kemudian alat rekaman ini dimasukkan ke dalam kotak baja yang kuat untuk menjaga agar tidak ikut hancur ketika kecelakaan pesawat. Kotak ini juga dilapisi asbes tahan api sehingga kabel-kabelnya tidak ikut rusak karena panas.

Kotak hitam atau black box terdiri dari dua bagian utama, yaitu Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voicer Recorder (CVR). Flight Data Recorder (FDR) berisi parameter yang berhubungan dengan semua teknis penerbangan yang dipantau melalui beberapa sensor. Sedangkan Cockpit Voicer Recorder (CVR) berisi tentang semua rekaman suara antara pilot, co pilot, dan semua kru penerbangan serta suara mesin-mesin lainnya yang berada di cockpit.

Cara kerja mesin ini adalah dengan mengolah dan menganalisa data yang diterima oleh FDR dan CVR. Seluruh data yang dikumpulkan oleh sensor sensor di pesawat terbang di kirim ke flight-data acquisition unit (FDAU) yang terletak di ekor pesawat. FDAU inilah sebagai perantara sebelum data di simpan dalam kotak hitam. Untuk dapat dianalisa, data dan FDR dan CVR dibaca dengan menggunakan peralatan dan piranti lunak khusus. Proses untuk menganalisa data tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, berkisar antara mingguan bahkan bisa sampai berbulan-bulan. Bahkan pada kasus Sukhoi Superjet 100 diketahui bahwa untuk mengidenfikasi rekaman pada kotak hitam pesawat ini membutuhkan waktu sampai satu tahun atau 12 bulan. Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi mengatakan untuk menginvestigasi dan meneliti isi dari pesan yang terekam di flight recorder atau kotak hitam membutuhkan waktu minimalnya 12 bulan. “Kami membutuhkan waktu minimalnya sekitar 12 bulan untuk bisa mengungkap isi rekaman dari kotak hitam agar bisa mengungkap apa yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat komersial Sukhoi Superjet-100 di kawasan Gunung Salak, Bogor pada Rabu lalu,” kata Tatang kepada wartawan, Rabu.

Dalam suatu situs (www.swat-online.com) dijelaskan bahwa pihak berwenang telah meneliti kotak hitam tersebut. Namun masih dibutuhkan informasi tambahan untuk melengkapi keteranggannya tersebut. Menurut Ketua KNKT, pihaknya sudah mulai melakukan penelitian terhadap bagian kotak hitam yang ditemukan yakni Cockpit Voice Recorder atau rekaman suara kokpit di laboratorium milik KNKT di Jakarta.

Selain itu, pihaknya juga masih menunggu bagian lain dari kotak hitam yakni Flight Data Recorder atau rekaman data terbang yang saat ini masih dalam pencarian oleh tim SAR gabungan.

“Penelitian ini sudah kami lakukan, dengan ditemukannya CVR sudah bisa mengungkap bagaimana kondisi pesawat dan penumpang dari sebelum terjadinya kecelakaan sampai penyebab pesawat tersebut bisa terjatuh,” tambahnya.

Namun, dikatakan Tatang lebih baik lagi FDR juga ditemukan dan kemudian dilakukan penelitian sehingga hasilnya bisa lebih jelas untuk mengungkap peristiwa jatuhnya pesawat buatan Rusia di Gunung Salak.

Jadi masih memerlukan waktu untuk mencari dan mengidntifikasi CVR yang sudah ditemukan. Paling tidak untuk waktu dekat KNKT sudah bisa meneliti rekaman suara pada CVR pesawat Sukhoi Superjet 100.

KESIMPULAN
Saat ini, kotak hitam atau black box merupakan benda utama yang harus ditemukan pasca terjadinya suatu kecelakaan pesawat. Banyak peristiwa kecelakaan pesawat yang kemudian dapat diketahui penyebab terjadinya kecelakaan tersebut, dari informasi yang ada pada black box.

Seperti pada kasus kecelakaan pesawat sebelumnya. Yaitu Garuda Indonesia dan Pesawat Adam Air yang jatuh lima tahun lalu. Berhasil diketahui penyebab kecelakaan melalui informasi yang diperoleh dari kotak hitam pesawat tersebut.

Kotak hitam atau Black Box merupakan bagian dari pesawat yang dapat memberikan informasi mengenai jatuhnya pesawat. Benda ini berfungsi merekam semua komunikasi di dalam pesawat antara pilot dan co pilot serta semua kru penerbangan dan suara mesin-mesin lainnya yang berada di cockpit. Benda ini pertama kali dibuat pada tahun 1953, oleh seorang Ilmuwan Aeronautical Research Laboratory (ARL) di Australia bernama David Warren.

Cara kerja alat ini hampir sama dengan mesin perekam. Yaitu merekam semua jalur komunikasi yang terjadi di dalam pesawat. Sehingga dari rekaman komunikasi yang berlangsung, dapat diketahui penyebab jatuhnya pesawat. Kotak hitam atau black box terdiri dari dua bagian utama, yaitu Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voicer Recorder (CVR). Kedua komponen ini berfungsi mengumpulkan data komunikasi yang akan diolah menjadi informasi. Sehingga nantinya dapat diperoleh kesimpulan mengenai penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

Sesuai namanya, CVR ini merekam data-data percakapan pilot di dalam kokpit. CVR ini ada 4 saluran yang merekam percakapan: Saluran 1 terhubung dengan pengeras suara yang biasa digunakan pramugari kepada penumpang Saluran 2 terhubung dengan co-pilot. Saluran 3 terhubung dengan pilot yang terhubung dengan air traffic controller (ATC). Saluran 4 merekam seputar suasa kokpit, misalnya mesin yang berisik atau hujan.

Sedangkan FDR berfungsi untuk merekam data-data penerbangan. alat ini merekam data-data teknis pesawat seperti ketinggian, kecepatan, putaran mesin, radar, auto pilot dan lain-lain. Ada 5 sampai 300 parameter data penerbangan yang direkam dalam kotak hitam ini.
FDR mempunyai durasi rekaman hingga 25-30 jam. Artinya setelah 25-30 jam, data akan terhapus dengan sendirinya. Data yang diperoleh lantas ditampilkan dalam bentuk grafik maupun transkrip apabila data tersebut berupa percakapan. Kemudian data bisa divisualkan dengan animasi melalui software, yang salah satunya bernama Insight View. Dengan demikian bisa diperkirakan posisi pesawat terakhir sebelum kecelakaan. CVR dan FDR ini akan hidup secara otomatis apabila mesin pesawat dihidupkan.

Sesungguhnya, hasil analisa dari Black Box bukanlah satu-satunya sumber untuk dapat menyimpulkan penyebab suatu kecelakaan. Perlu juga menggabungkan dan mengsinkronisasikannya dengan berbagai macam temuan lainnya untuk dapat menyimpulkan secara utuh dan komprehensif penyebab peristiwa kecelakaan suatu pesawat.






Tidak ada komentar: